GIZI DAN EVALUASI PANGAN
EVALUASI PROTEIN DAN LEMAK
oleh: Aulia Shabrina, Shelly Andrianty, Rodia Albike
PROTEIN
A.
Protein
Protein merupakan salah satu kelompok
bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat,
lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul
daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan
energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi.
Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C,
H, O, kadang mengandung S, P, dan F
B.
Metode
Evaluasi Gizi Protein
1.
Analisa
protein dengan secara in vivo
Protein adalah bagian dari semua dari
sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat
pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan sebagian besar hormone tersusun
atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino
dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk.
Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui darah dan sebagian
disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau perombakan dari
protein jaringan yang sudah rusak ( Auliana, R. 1999 ). Protein mempunyai
fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun
serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
Untuk
menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa banyak
protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang mudah
dicerna menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan
tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses ( Muchtadi,
1989 ). Oleh sebab itu perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya cerna
protein dari suatu bahan pangan. Pengukuran daya cerna protein ini menggunakan
tikus, karena diasumsikan bahwa tikus putih memiliki kesamaan fisiologis dengan
manusia. Dalam praktikum ini, ransum sumber protein yang diberikan kepada tikus
adalah ransum rebon, tempe, casein, dan ransum non protein.
Evaluasi
Nilai Gizi Protein in vivo dilakukan
dengan cara biologis pada hewan uji (tikus putih, mencit, ayam dan manusia).
Parameter nilai gizi protein yang dihitung secara in vivo adalah nisbah
efisiensi protein, nisbi protein akhir, pemanfaatan protein bersih, nilai
protein akhir, nisbi protein akhir dan nilai biologis protein.
Evaluasi menggunakan
Tikus Percobaan. Terdapat lima macam “Basic Stock” tikus putih ( Albino Normay
rat, Rattus Norvegicus ) yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan di
laboratorium, yaitu Long evans, Osborne Mendel, Shermen, Sprague Dewley dan
Wistar.
Beberapa
sifat karakteristik tikus percobaan adalah:
1. Noctural, berarti aktif pada
malam hari, tidur pada siang hari
2. Tidak mempunyai kantung empedu
( gall bladder )
3. Tidak dapat mengeluarkan isi
perutnya ( muntah )
4. Tidak pernah berhenti tumbuh,
walaupun kecepatannya menurun setelah berumur 100 hari
Zat – zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu karbohidrat yang terdiri
dari pati, gula, dan selulosa. Lemak esensial ( terutama linoleat dan linolenat
karena karbohidrat dapat disintesis dalam tubuhnya dari linoleat ). Bila
kekurangan asam lemak esensial kulitnya bersisik, pertumbuhannya terhambat dan
pada kasus berat dapat menimbulkan kematian ( Muchtadi.1989 ).
Protein asam
amino esensial bagi tikus ada 10 macam, yaitu: lisin, histidin, triptofan,
fenilalanin, leusin, isoleusin, treonin, methionin, valin dan arginin. Arginin
sesungguhnya dapat disintesis dalam tubuh tikus, tetapi hanya cukup untuk
pemeliharaan dan tidak cukup untuk pertumbuhan maksimum. Mineral atau elemen
organik, terdiri dari makro elemen kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium,
chlor dan belerang. Sedangkan mikro elemen terdiri dari besi, tembaga, kobalt,
mangan, selenium, iod, seng dan molibdenum (Muchtadi.1989).
Kandang
tikus harus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut, dan terjaga dari
asap industri atau polutan lainnya. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22
– 240 C dan kelembaban udara 50 – 60 %, dengan ventilasi yang cukup ( jangan
ada jendela terbuka ). Cahaya harus diusahakan agar terdapat keadaan 12 jam
gelap dan 12 jam terang (di daerah tropis seperti di Indonesia, hal ini tidak
merupakan masalah). Ukuran kandang yang standar adalah 7×9, 5×7 inci, yaitu
untuk 1 ekor tikus. Kandang harus terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat.
Tempat makanan harus dibuat cukup besar untuk “ad litum feeding”. Demikian juga
tempat minum, harus mudah dicapai oleh tikus; botol tempat air minum harus
dibersihkan setiap 1 minggu sekali ( Muchtadi.1989 ).
Dalam
penggunaan tikus sebagai hewan percobaan, harus diperhatikan penanganannya,
tikus tidak boleh ditangani dengan meggunakan alat, artinya harus dipegang
dengan tangan dan jangan dipegang dengan ekornya. Tikus harus dipegang dengan
cara menempatkan telapak tangan pada punggungnya, ibu jari serta telapak tangan
untuk memegang kaki – kaki depan dibawah lehernya ( Muchtadi. 1989 ).
Umumya yang
digunakan adalah tikus – tikus yang baru disapih (umur ± 21 hari ). Sebelum
percobaan dimulai harus dilakukan masa adaptasi selama 4 – 5 hari untuk
membiaskan tikus pada lingkungan laboratorium. Selain itu, pada masa adaptasi
ini dapat digunakan pengamatan apakah tikus dapat terus digunakan dalam
percobaan ( tidak sakit ) ( Muchtadi. 1989 ).
Pada masa adaptasi
ini biasanya diberikan “ semi syntetic diet “ atau ransum yang digunakan
sebagai kontrol, yaitu kasein atau laktalbumin sebagai sumber proteinnya,
dicampur dengan bahan – bahan lain (karbohidrat, lemak, vitamin dan
mineral).Bahan – bahan makanan tersebut hanya boleh dicampurkan apabila akan
digunakan dan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan akibat pengaruh fisik,
kimia atau mikrobiologis. Sebaiknya bahan –bahan tersebut disimpan pada suhu 4o
C didalam refrigerator (Muchtadi.1989).
·
Penentuan PER ( Protein Efficiency Ratio ) dan NPR ( Net Protein
Ratio )
PER yang
dikembangkan oleh Osborne, Mendel, dan Ferry pada tahun 1919 adalah prosedur
evaluasi nilai gizi protein yang paling banyak digunakan. Bahkan juga telah
diterima sebagai metode resmi FDA ( Food and Drug Administration, USA ) dalam
penentuan mutu protein untuk tujuan “Nutrition Labelling”. Prosedur yang
digunakan untuk penetuan PER adalah metode yang terdapat dalam AOAC ( 1984 ).
PER adalah suatu pengujian 28 hari
dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research Council ) sebagai protein
reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara berkala (
umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum diukur tiap
hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1 kandang )
dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus – tikus
tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta
jumlahnya tidak dibatasi.
Perhitungan PER dilakukan dengan
menggunakan rumus :
Þ
Pertambahan Jumlah BB
Þ
Jumlah Protein yang Dikonsumsi
Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC
ini mempunyai beberapa masalah, antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal
ini banyak dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat
si peneliti. Telah diteliti bahwa yang paling berpengaruh terhadap nilai PER
adalah kadar protein dalam ransum. Oleh karena keseragaman ditetapkan bahwa
kadar protein ransum adalah 100 %.
NPR ( Net Protein Ratio ) dikembangkan
oleh Bender dan Doel pada tahun 1957 dengan tujuan untuk memecahkan masalah –
masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam penentuan NPR, baik ransum
maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan yang terdapat pada
penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup tikus yang diberi
ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10 hari.
Þ
NPR dihitung
dengan menggunakan rumus :
Konsumsi
protein uji
Penurunan
berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus
yang menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan
nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata –
rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup
kontrol.
1.
Analisa
protein dengan secara in vitro
Analisa protein
secara in vitro dilakukan secara kimiawi, mikrobiologis dan enzimatis. Analisis
kimia dilakukan untuk mengetahui kadar protein, dan komposisi asam amino
esensial (skor kimia). Analisis biokimia dilakukan untuk mengukur ketersediaan
lisin, daya cerna, nisbah efesiensi protein (PER). Nilai kimia protein pangan
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Daya
cerna protein menentukan mutu protein karena menunjukan kemudahan protein untuk
dihidrolisis menjadi asam amino pembentuknya. Daya cerna dapat dinilai secara
in vitro dengan mnggunakan berbagai jenis enzim, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
LEMAK
A.
Lemak
Lemak merupakan Salah satu senyawa organik
golongan ester yang banyak terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau manusia dan
sangat berguna bagi kehidupan manusia Lemak yang pada suhu kamar berbentuk cair
disebut minyak, sedangkan
istilah lemak biasanya digunakan untuk yang
berwujud padat. Lemak umumnya bersumber dari hewan, sedangkan minyak dari
tumbuhan. Beberapa contoh lemak dan minyak adalah lemak sapi, minyak kelapa,
minyak jagung, dan minyak ikan.
B.
Jalur
pengangkut lemak dalam darah
Lemak dalam darah diangkut dengan dua cara, yaitu melalui
jalur eksogen dan jalur endogen.
1. Jalur eksogen
Trigliserida & kolesterol yang berasal dari makanan
dalam usus dikemas dalam bentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut
Kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam aliran darah. Kemudian
trigliserid dalam kilomikron tadi mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein
lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnan. Asam lemak
bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi
trigliserida kembali sebagai cadangan energi. Sedangkan kilomikron remnan akan
dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas.
Sebagian kolesterol yang mencapai organ hati diubah menjadi
asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti detergen
& membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari
kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam
empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh
lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa (yang
lemaknya telah diambil), dibuang dari aliran darah oleh hati. Kolesterol juga
dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim yang disebut HMG Koenzim-A
Reduktase, kemudian dikirimkan ke dalam aliran darah.
2. Jalur endogen
Pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat apabila
makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang berlebihan. Hati mengubah
karbohidrat menjadi asam lemak, kemudian membentuk trigliserida, trigliserida
ini dibawa melalui aliran darah dalam bentuk Very Low Density Lipoprotein
(VLDL). VLDL kemudian akan dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi
IDL (Intermediate Density Lipoprotein). Kemudian IDL melalui serangkaian proses
akan berubah menjadi LDL (Low Density Lipoprotein) yang kaya akan kolesterol.
Kira-kira ¾ dari kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung
partikel LDL. LDL ini bertugas menghantarkan kolesterol ke dalam tubuh. Kolesterol
yang tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, dimana pertama-tama akan
berikatan dengan HDL High Density Lipoprotein). HDL bertugas membuang kelebihan
kolesterol dari dalam tubuh. Itulah sebab munculnya istilah LDL-Kolesterol
disebut lemak “jahat” dan HDL-Kolesterol disebut lemak “baik”. Sehingga rasio
keduanya harus seimbang.
Kilomikron membawa lemak dari usus (berasal dari makanan)
dan mengirim trigliserid ke sel-sel tubuh. VLDL membawa lemak dari hati dan
mengirim trigliserid ke sel-sel tubuh. LDL yang berasal dari pemecahan IDL
(sebelumnya berbentuk VLDL) merupakan pengirim kolesterol yang utama ke sel-sel
tubuh. HDL membawa kelebihan kolesterol dari dalam sel untuk dibuang.
C.
Jenis-Jenis
Lemak
·
Saturated
Fat (Lemak Jenuh)
Lemak jenuh berpotensi meningkatkan
kadar kolesterol darah, terutama LDL. Tidak disarankan mengonsumsi lemak jahat
ini berlebihan. Lemak jenuh ditemukan pada daging merah,
keju, mentega, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Sebagian besar lemak
jenuh cenderung memadat jika diletakkan pada suhu kamar, kecuali beberapa jenis
minyak tropis.
·
Kolesterol
Kolesterol
merupakan lemak jahat bila terlalu banyak di tubuh. Kolesterol dapat mengerak
di pembuluh darah yang dapat meningkatkan risiko jantung koroner. Makanan dari
sumber hewani banyak mengandung lemak ini. Seperti lobster, udang, hati, telur,
daging, dan produk susu.
Kolesterol
diperlukan oleh tubuh antara lain untuk: (a) sintesis asam/garam empedu yang
diperlukan untuk proses pencernaan lemak atau minyak, (b) sintesis vitamin D
dan hormon steroid, (c) sebagai komponen
membran sel.
·
Trans
Fatty Acids (Asam Lemak Trans)
Asam
lemak trans adalah lemak tak sehat yang merupakan lemak sintesis dari
pengolahan makanan untuk meningkatkan keawetan. Lemak ini dapat meningkatkan
kolesterol dalam darah. Sebaiknya hindari makanan seperti snack, gorengan,
margarine, dan minyak-minyak sayur tertentu untuk menghindari lemak trans.
Asam lemak trans dibentuk jika minyak
nabati dihidrogenasi untuk mengubahnya dari cair menjadi semi padat agar lebih
menyerupai lemak hewani sehingga penerimaan konsumen meningkat dan juga untuk menurunkan
kerentanan teroksidasi. Asam elaidat, asam lemak trans C18 dengan satu ikatan
rangkap pada C9 (9 trans-18:1), dan isomernya merupakan asam lemak trans
terbanyak pada produk pangan.
Beberapa hal yang menjadi bahan
pertimbangan dalam mengevaluasi nilai biologis lemak suatu bahan pangan, antara
lain:
1. kandungan
asam lemak esensial yang dapat dimanfaatkan tubuh
2. potensinya
memperbaiki profil lipid darah
3. potensi
aterogeniknya (pemicu terjadinya aterosklerosis
·
Polyunsaturated
Fat (Lemak Tak Jenuh Ganda)
Lemak ini membantu menurunkan total
kolesterol dalam darah, terutama LDL. Jika ingin mengonsumsi lemak ini, bisa
ditemukan pada ikan, seafood, minyak safflower (carthamus
tinctorius), dan minyak sun flower.
·
Monounsaturated
Fat (Lemak Tak Jenuh Tunggal)
Lemak ini membantu mengurangi
keberadaan lemak jahat dalam darah, seperti kolesterol. Dengan mengonsumsi
lemak ini, kadar HDL akan naik dan LDL turun. Sehingga, baik untuk dikonsumsi
demi kesehatan. Jenis makanan yang mengandung lemak ini adalah minyak zaitun,
minyak canola peanut oil, daging, ikan, unggas, dan alpukat.
·
Asam
lemak esensial
Asam lemak esensial adalah asam lemak
yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga diperlukan asupan dari luar
(pangan/suplemen). Yang termasuk dalam asam lemak esensial adalah asam linoleat
(LA) dan asam linolenat (LNA). Asam-asam lemak tidak jenuh tersebut disebut
esensial karena diperlukan untuk mencegah beberapa abnormalitas pada kulit
serta dalam pertumbuhan dan reproduksi.
Asam lemak esensial diperlukan untuk memelihara permeabilitas dan
fragilitas kapiler yang normal pada tikus. Pengurangan asam lemak esensial
dalam ransum menyebabkan perubahan morfologis dan metabolis pada banyak organ
dari berbagai jenis hewan.
·
Asam
lemak omega
Asam lemak omega adalah asam lemak
tidak jenuh atau asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. kadangkala diganti dengan simbol ’N”. Berdasarkan
posisi ikatan rangkap pertama yang dihitung dari ujung metil (-CH3), maka asam
lemak omega dikelompokkan menjadi :
o
asam lemak omega 3, jika ikatan rangkap berada pada atom C no.3 dari ujung
metil
o
asam lemak omega 6, jika ikatan rangkap berada pada atom C no.6 dari ujung
metil
o
asam lemak omega 3, jika ikatan rangkap berada pada atom C no.9 dari ujung
metal
D.
Metode
Evaluasi Gizi Lemak
Parameter
yang digunakan untuk mengevaluasi nilai biologis lemak, antara lain:
1. Bilangan
peroksida
Pengukuran
angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami
oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan
kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju
pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya
menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan
bereaksi dengan zat lain.
Bilangan peroksida
dinyatakan dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
2. Bilangan
TBA
Asam 2-tiobarbiturat (TBA) bereaksi
dengan malonaldehid membentuk warna merah.
Malonaldehid adalah produk degradasi lipid teroksidasi. Pengukuran TBA sering digunakan indicator
kerusakan lanjut dari oksidasi lemak atau minyak. Perhitungan TBA dalam sampel
minyak/lemak dapat ditentukan dengan metode AOCS
method cd 19-90 dan metode Tarladgis (1960).
·
Rumus
perhitungan Bilangan TBA dengan Metode AOCS
method cd 19-90 :
C
= Konsentrasi malonaldehis (
B
= Absorbansi sampel dikurangi absorbansi blanko
W = Berat sampel (g)
·
Rumus
perhitungan Bilangan TBA dengan Metode Tarladgis (1960)
TBA = Jumlah malonaldehid 9g0 per
kilogram sampel
A = Absorbansi.
3.
Bilangan iod
Bilangan iod
menggambarkan derjat ketidakjenuhan lemak/minyak. Asam-asam lemak tidak jenuh
pada minyak/lemak mempunyai kemampuan mengabsorpsi sejumlah iod, terutama bila
dibantu dengan suatu ’carrier’ seperti iodin klorida atau iodin bromida,
membentuk suatu senyawa yang jenuh. Jumlah iod yang diabsorpsi menunjukkan ketidak-jenuhan
lemak/minyak.
Bilangan iod = jumlah garam
iodium yang mengadisi 1009 lipid
Vb=
Volume titrasi blanko
Vs = Volume titrasi sampel
N = Normalitas
W = Berat sampel (g)
4.
Kadar
asam lemak trans dan asam lemak esensial
Asam lemak mengandung energi tinggi
(menghasilkan banyak ATP) Diet rendah lemak dilakukan untuk menurunkan asupan
energi dari makanan. Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi lebih baik
karena lebih reaktif dan merupakan antioksidan di dalam tubuh. Posisi ikatan
ganda juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan ujung, ikatan ganda
semakin mudah bereaksi. Karena itu, asam lemak Omega-3 dan Omega-6 (asam lemak
esensial) lebih bernilai gizi dibandingkan dengan asam lemak lainnya.
Essential Fatty Acid (EFA) atau sering
disebut asam lemak esensial, merupakan lemak penting yang dibutuhkan oleh tubuh
yang harus diperoleh dari makanan. Istilah ini mengacu pada jenis asam lemak
yang dibutuhkan dalam proses biologis dan bukan yang hanya berfungsi sebagai
bahan bakar.
3. Profil
lipid darah (total kolesterol, trigliserida, HDL, LDL)
Lipid darah
meliputi kadar trigliserida (TG), kadar total kolesterol (TK), kadar HDL dan
kadar LDL. Kadar TG, TK dan HDL pada plasma/serum dapat diukur dengan
menggunakan kit reagen komersial. Kit komersial berisi sejumlah enzim-enzim
spesifik yang mengubah substrat menjadi kromofor, sehingga kadarnya dapat
diukur dengan spektrofotometri.
Kadar
kolesterol total diukur dengan metode CHOD-PAP dan menggunakan pereaksi kit.
Kolesterol diukur setelah dihidrolisis dan dioksidasi secara enzimatis.
Kolesterol ester + H2O kolesterol esterase kolesterol + asam lemak kolesterol +
O2 kolesterol oksidase kolesten-3-one + H2O2. 2 H2O2 + fenol+ 4-aminoantipyrine
peroksidase quinoneimine + 4 H2O.
Trigliserida
ditentukan setelah hidrolisis enzimatis dengan lipase. Trigliserida + H2O
lipase gliserol + asam lemak Gliserol + ATP gliserol kinase gliserol-3-fosfat +
ADP Gliserol-3-fosfat + O2 gliserol-3-fosfat oksidase dihidroksiaseton fosfat +
H2O2 2H2O2 + 4-aminofenazon + 4.
Pengukuran
HDL dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan presipitasi terhadap lipoprotein
densitas rendah (LDL dan VLDL) dan kilomikron. Presipitasi dilakukan dengan
penambahan asam fosfotungstat dan kehadiran ion magnesium (MgCl2). Setelah
sentrifugasi, HDL dalam supernatan diukur menggunakan pereaksi kit yang sama
dengan pengukuran total kolesterol (CHOD-PAP).
Teknik yang
paling banyak digunakan oleh laboraturium klinik untuk mengukur kadar LDL
pasien yaitu dengan menggunakan formula Friedewald sebagai berikut:
Kadar LDL = Total kolesterol – HDL – TG/5 diasumsikan bahwa
TG/5 merupakan kadar VLDL. Perhitungan Indeks Aterogenik (IA) Indeks
aterogenik mengindikasikan besarnya potensi terjadinya aterosklerosis. Rumus
Indeks Aterogenik (IA ) = Total kolesterol – HDL HDL.
6. Kadar
TBARS menunjukkan tingkat oksidasi lemak
7. Pengujian
daya hipokolesterolemik in vitro
Sebelum
diperlakukan, hewan percobaan dibuat hiperkolesterolemia terlebih dahulu dengan
cara pemberian kolesterol dalam ransum dan dicekok PTU (Propil Tiourasil)
sebanyak 2 mg/kg BB/hari. Kondisi hiperkolesterolemia
juga dapat dicapai dengan pemberian asam kolat atau turunannya di dalam ransum
bersamaan dengan kolesterol (tanpa PTU). Pemantauan kadar kolesterol serum
dilakukan dengan mengambil sampel darah dari ujung ekor tikus. Setelah kondisi
hiperkolesterolemia tercapai, hewan percobaan dikelompokkan untuk diberi
perlakuan. Pemberian perlakuan (sampel uji) dilakukan hingga kadar kolesterol
serum salah satu kelompok mencapai nilai seperti semula atau normal yaitu
sekitar 60-70 mg/dL. Sebagai kelompok kontrol positif adalah kelompok
hiperkolesterolemia yang tidak diberi sampel uji. Di akhir perlakuan, tikus
dieutanasi untuk dianalisis profil lipida
darahnya menggunakan kit, yang meliputi kadar total kolesterol
(TK), High Density Lipoprotein (HDL),
dan trigliserida (TG), serta
penghitungan Low Density
Lipoprotein (LDL) dan indeks aterogenik (IA). Pengujian daya hipokolesterolemik
juga dapat dilakukan tanpa membuat kondisi hiperkolesterolemia terlebih dahulu.
Model pengujian seperti ini digunakan untuk mengeavaluasi kemampuan
hipokolesterolemik melalui kemampuan menahan penyerapan kolesterol. Dalam model
ini, sampel uji diberikan bersamaan dengan pemberian kolesterol, kemudian
dilakukan pengukuran kadar lipid darah selama perlakuan.
8. Pengujian
kapasitas pengikatan asam empedu atau kolesterol in vitro
Untuk
melihat adanya kapasitas pengikatan asam empedu atau kolesterol, maka sampel
uji diinkubasi bersamaan dengan sejumlah asam empedu atau kolesterol. Selama
inkubasi dilakukan penambahan enzim-enzim pencernaan (pepsin, tripsin,
pankreatin danlipase) sehingga menyerupai kondisi pencernaan. Di akhir proses
inkubasi, dilakukan sentrifugasi dan selanjutnya pengukuran kadar asam empedu
atau kolesterol pada bagian supernatan.
Rendahnya kadar asam empedu atau kolesterol pada supernatan menunjukkan
kemampuan sampel uji mengikat asam empedu atau kolesterol. Kadar asam empedu
atau kolesterol dapat diukur dengan menggunakan kit pereaksi. Sebagai kontrol untuk dapat digunakan
kolestiramin (pengikat asam empedu) dan serat oat (pengikat kolesterol).
9. Analisis
Kadar Kolesterol dengan metode Liebermann-Buchard
Ke
dalam tabung sentrifus 15 ml diisikan 12 ml campuran alkohol-eter, kemudian
dimasukkan 0.01 g sampel padat, diaduk perlahan sampai homogen. Tabung ditutup rapat dan dikocok kuat selama
1 menit dengan vortex. Tabung
disentrifugasi selama 3 menit dan supernatannya dipindahkan ke dalam gelas
piala ukuran 50 ml lalu diuapkan di atas penangas mendidih hingga kering. Residu kering ditambahkan kloroform 2-2,5 ml
dan dikocok perlahan agar larut. Ekstrak dipindahkan secara kuantitatif dan
ditepatkan menjadi 5 ml dengan kloroform.
Kemudian ditambahkan 2 ml asetat anhidrida dan 0.1 ml asam sulfat pekat,
dan dikocok. Tabung disimpan di ruang
gelap selama 15 menit dan diukur absorbansinya pada 420 nm.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,
Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Auliana,
R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Adicita
Muchtadi,
D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Nasution,
Amini dan Damayanti Evy 2008..Ilmu Gizi Dasar: Institut Pertanian Bogor
Nutrition:
Science and Applications, 2nd edition, edited by L. A. Smaolin & M. B.
Grosvenor. Saunders College Publishing, 1997
Raharjo, S., 2006. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada University
Press.
Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar
Hi ! feel free to comment ya !